Nick Kuipers: Sebuah Ketulusan yang Pantas Untuk Lebih Dihargai Lagi
4 min read
Ihsaan, [30/05/2025 20:19]
Nick Kuipers: Sebuah Ketulusan yang Pantas Untuk Lebih Dihargai Lagi
Tak semua perjalanan memiliki peta. Ada yang dimulai dari jalan buntu, tapi justru mampu mengantarkan hingga ke tujuan. Nick Kuipers mungkin datang ke Bandung hanya sebagai pemain asing yang mulanya dikontrak pada pertengahan musim.
Tapi perlahan, ia menemukan sesuatu yang lebih dari sekedar lapangan hijau dan lampu stadion. Ia menemukan rumah. Bukan berbentuk bangunan, tapi tempat di mana hati merasa lebih dari cukup. Dan terkadang, tempat seperti itu muncul justru saat kita tidak sedang mencarinya.
Di antara hijaunya bukit Limburg dan pegunungan yang memeluk Bandung, ada satu benang merah yang mengikat dua kota ini, kedamaian dan keindahan yang dihuni oleh jiwa-jiwa yang passionate dengan menghargai sejarah dalam balutan kreativitas.
Nick Anna Maria Francois Kuipers, lahir di Maastricht pada 8 Oktober 1992, tumbuh di kota yang dikenal dengan arsitektur klasik, jalan-jalan berbatu, dan semangat kosmopolitan yang hangat. Perpaduan antara masa lalu dan masa kini, tempat di mana budaya Latin dan Eropa bersatu dalam harmoni.
Bandung, di sisi lain, adalah “Parijs van Java”, kota yang memadukan kolonialisme Belanda dengan semangat kreatif anak muda Indonesia. Dengan udara sejuk pegunungan dan arsitektur Art Deco yang memikat, Bandung menawarkan suasana yang mengingatkan pada kota-kota Eropa, dengan tambahan sentuhan tropis yang khas. Seperti Maastricht, Bandung adalah kota yang menghargai sejarahnya sambil terus bergerak maju dalam inovasi dan rasa.
Nick datang ke Persib pada 2019. Meski berpostur tinggi besar dan memiliki ketenangan khas Eropa Barat, awalnya ia dianggap akan menjadi palang pintu asing yang hanya numpang lewat. Terlebih, ia menggantikan Bojan Malisic, bek flamboyan yang dicintai bobotoh. Tapi waktu berkata lain, Nick mampu melebur jadi bagian dari Bandung.
Ia tak hanya tangguh secara fisik, tapi juga bek yang cerdas. Nick jarang melakukan tekel sembrono. Ia tahu kapan membaca gerak tubuh lawan, kapan menahan, kapan menjebak. Ia memaksa striker melakukan kesalahan sendiri. Di celah-celah itu, ada sisi jahilnya yang tak banyak orang tahu, melakukan trash talk dengan gaya elegan yang membuat penyerang lawan kehilangan fokus, bahkan membuat mereka rugi sendiri tanpa harus terlibat duel keras.
Sejak 2019, ia menyaksikan sendiri kerasnya jadi bagian dari klub sebesar Persib. Disorot, dituntut, digugat. Bahkan ketika bermain bagus sekalipun, tidak semua orang puas. Ia belajar bahwa membela Persib tidak cukup dengan statistik dan rapor bersih. Perlu insting bertarung. Perlu empati terhadap publik yang luka karena terlalu lama menunggu gelar.
Robert Alberts sempat membawa stabilitas. Di bawahnya, Nick jadi pilar utama. Nyaris juara, tapi pandemi mengacak segalanya. Musim 2022/2023 bergulir, Robert mundur. Luis Milla datang dengan ide sepak bola baru. Skema tiga bek diperkenalkan. Nick mulai ditepikan perlahan. Lagi-lagi nyaris juara, namun berakhir berantakan.
Pramusim 2023/2024 di Jogjakarta jadi saksi masa-masa tak pasti. Alberto Rodriguez datang, seketika langsung jadi pilihan utama. Nick, beserta beberapa pemain lokal senior bahkan tak diizinkan berlatih bersama tim utama. Mereka harus berlatih terpisah pada jam berbeda.
Nick yang disingkirkan, hanya bisa duduk di tribun karena tidak bermain. Tapi ia tidak pergi, tidak menyerah. Ia terus mencoba membuktikan bahwa dirinya masih sangat layak. Di masa itu, Nick seperti menatap langit yang terus abu-abu, di bawah hujan rintik yang tak kunjung reda, sembari berdoa.
Rasa kehilangan posisi dan kesendirian membuatnya merasakan sepi yang dalam, seolah menunggu sebuah jawaban di malam yang panjang. Namun, di tengah keraguan dan luka, ada sisa harapan yang tak bisa ia abaikan. Nick tahu bahwa badai pasti berlalu dan sinar terang suatu hari akan kembali menyinari jalannya. Justru, pada akhirnya Milla yang tak kuat menahan tekanan dan mundur karena alasan keluarga.
Ihsaan, [30/05/2025 20:19]
Milla digantikan Bojan Hodak, yang mengungkapkan kala itu suasana ruang ganti Persib bak kuburan yang sunyi, sepi, dan penuh kesedihan. Sistem kembali berubah. Dalam skema empat bek, Nick kembali jadi poros. Ia bukan hanya kembali menjadi starter, tapi tembok yang berdiri sejajar dengan Alberto dalam duet yang akhirnya membawa Persib ke tahta juara.
Setelahnya, Alberto memutuskan pergi karena tawaran menggiurkan dari India. Tapi Nick, lagi-lagi tetap bertahan. Mampu mewujudkan mimpinya bermain di kompetisi Asia, dan kembali mempersembahkan gelar juara bersama tandem barunya, Gustavo Franca. Back to back. Sejarah hadir, dan Nick berada tepat di tengahnya.
Kini, ketika kontraknya akan habis pada akhir musim, ia berdiri di persimpangan. Ia tahu sepakbola adalah bisnis. Tapi Bandung mengajarkannya bahwa di balik bisnis, ada sebuah rasa. Muncul pertanyaan, apakah semua kenangan ini cukup untuk mempertahankannya beberapa musim lagi? Atau justru perpisahan adalah cara terbaik untuk menghormati apa yang telah dibangun olehnya?
Bandung memang tidak pernah menjanjikan surga untuk Nick Kuipers. Tapi kota ini memberi sesuatu yang lebih langka, yaitu alasan untuk bertahan. Dan jika suatu hari nanti ia kembali ke Maastricht, duduk di bawah langit abu-abu Eropa, di tepi Sungai Meuse, ia akan ingat kabut pagi di Lembang, suara Bobotoh di tribun, dan anaknya yang belajar menyebut “Maung” di teras rumah sebagai kenangan terindah yang pernah ia dapatkan di Kota Kembang.